Rabu, 23 Januari 2013




“Makalah Peranan Kimia Koordinasi Dalam Dunia Fotografi”

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pendahuluan
Reaksi dalam kimia memiliki peranan penting dalam proses fotografi. Senyawa kompleks sudah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Beberapa penggunaan praktis senyawa koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya.
Beberapa aplikasi atau penggunaan senyawa koordinasi atau senyawa kompleks yaitu dalam dunia industri, kimia analitik  dan kesehatan juga dalam dunia fotografi.

1.1.Pengertian senyawa kompleks
Secara umum, senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi dapat dianggap sebagai senyawa koordinasi. Dalam konteks yang lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam (atom pusat) dengan atom nonlogam (ligan).
Ligan meupakan molekul atau ion yang memiliki pasangan electron bebas pasangan electron ikatan π atau electron tak berpasangan yang dapat dikoordinasikan ke atom pusat. Pada ligan terdapat atom donor, yaitu atom yang terkoordinasi pada atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi. Menurut teori Asam-Basa Lewis, senyawa kompleks terdiri dari asam yang dianggap sebagai atom pusat dan basa yang dianggap sebagai ligan.
Senyawa kompleks dapat merupakan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionic. Senyawa kompleks ionic terdiri atas ion positif (kation) dan ion negative (anion), dimana salah satu atau kedua ion tersebut dapat merupakan kompleks. Dalam pembentukan senyawa kompleks, atom logam atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom logam atau ion logam disebut atom donor.

1.2.Pengertian Fotografi
Ide cemerlang Leonardo da Vinci atau Aristoteles ternyata tidak sia-sia telah mewacanakan prinsip cahaya serta bayangan dari fenomena alam sebagai awal ditemukannya teknologi fotografi. Istilah fotografi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti menulis dengan cahaya.
      Fotografi  merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
1.3.Sejarah Fotografi
      Fotografi pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh Louis Daguerre, sebagai  konsekuensi langsung perkembangan di bidang kimia dan optikal. Dalam perkembangannya, istilah dan teknik fotografi mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke-19 setelah berkembang selama hampir satu abad di negara Barat. Fotografi yang pertama kali berkembang merupakan fotografi konvensional atau foto hitam putih.
      Seiring berjalamnya waktu dan teknologi yang masuk dan berkembang di Indonesia, maka masuklah pula teknik fotografi berwarna hingga muncul pula fotografi digital. Saat ini orang lebih banyak menggunakan fotografi digital karena teknologi telah membuatnya lebih mudah untuk digunakan dari pada fotografi konvensional yang menggunakan film foto, sehingga fotografi digital dianggap lebih praktis.
      Dibalik alasan kepraktisan fotografi digital, ternyata pada zaman modern ini, fotografi konvensional yang menggunakan film seluloid masih tetap digemari. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya produk-produk film baru di pasaran.




BAB II
PEMBAHASAN

2.      Teknik Fotografi Konvensional (Hitam Putih) dan Fotografi Digital
      Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
      Melalui tiga prinsi, yaitu cahaya, optic dan kimia (light, optics and chemistry), maka proses fotografi dapat bekerja secara maksimal. Light atau cahaya merupakan syarat utama bekerjanya prinsip fotografi, tanpa cahaya tidak mungkin suatu objek dapat dilihat oleh mata. Optics yang diartikan sebagai serangkaian system lensa adalah sarana untuk proses menangkap objek yang terlihat oleh mata. Kemudian chemistry dalam dunia fotografi diartikan sebagai proses kimiawi guna memunculkan gambar atau proses cetak/cuci-cetak film/print processing.
      Pada fotografi digital maupun konvensional memiliki prinsip yang sama yaitu membuat gambar yang ditangkap oleh sel-sel elektronis peka cahaya dan hasilnya bisa langsung dilihat pada layar monitor. Untuk fotografi konvensional, gambar ditangkap oleh film dan terjadi reaksi fotokimia. Setelah proses pencucian dan pencetakan baru dapat dilihat hasilnya. Sedangkan pada fotografi digital, hasil pemotretan dapat langsung dilihat di layar meski tanpa melalui proses cuci cetak terlebih dahulu.
2.1.Tahapan Pembentukan Gambar/Foto
            Pada proses cuci dan cetak film hitam putih, ternyata ada reaksi kimia, yakni reaksi oksidasi dan reduksi. Film hitam putih maupun kertas foto mengandung partikel-partikel perak bromida, AgBr yang tersebar pada lapisan tipis film/kertas foto.
            Pada teknik fotografi konvensional atau hitam putih, digunakan sebuah film yang digunakan untuk menghasilkan foto. Film foto merupakan emulsi perak bromide (AgBr) dalam gelatin dengan tahapan-tahapan pembentukan gambar/foto seperti berikut:
a.       Proses pengambilan gambar, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah proses pemotretan menggunakan kamera.
b.      Film foto dikenakan cahaya. Dengan cara, film dipasang di bawah enlarger, lalu cahaya 100 watt dinyalakan. Akan tampak bayangan film itu di atas kertas.
Apabila film/kertas foto terkena cahaya, maka akan terjadi reaksi :
AgBr → AgBr*
-          Tanda (*) menyatakan AgBr tereksitasi oleh cahaya.
Kalau bayangan itu sudah tepat, maka lampu yang digunakan untuk mengeksitasi AgBr, kertas diganti dengan kertas cetak foto dan dinyalakan kembali lampu selama sekian detik.
c.       Film foto yang sudah terkena cahaya, kemudian diletakkan dalam larutan pengembang (misal metol, amidol atau hidrokuinon {C6H4(OH)2}) kemudian ganti celupkan ke dalam larutan stop batch untuk menghentikan reaksi hingga menghasilkan butir perak bromida yang teraktifkan membentuk logam perak bromida hitam. Apabila film yang telah digunakan dan terkena cahaya tersebut dicuci dalam larutan pengembang (developer), akan terjadi reaksi :
2 AgBr *(s) + C6H6O2 (aq) → 2 Ag(s) + 2 HBr (aq) + C6H4O2 (a)
Cairan pengembang C6H4O2 (hidrokuinon), dalam hal ini bertindak sebagai zat pereduksi. Jadi dalam reaksi itu terjadi proses reaksi redoks.
Oksidasi :
C6H6O2 (aq) → C6H4O2 (aq) + 2 H+ + 2e-
Reduksi:
2 Ag+ + 2 e- →2 Ag (s)
Disamping hidrokuinon, dalam larutan pengembang perlu ditambahkan metol (N-metil-p-aminofenol sulfat). Metol berfungsi sebagai zat superaditif, yang efeknya tidak dapat digantikan dengan memberikan jumlah yang berlebih pada hidrokuinon yang sudah ada. Metol ini bertindak sebagai zat pereduksi juga. Aktivitas hidrokuinon dapat dipacu dengan menambahkan sedikit phenidone (1-phenyl-3-pyrazolidinone). Karena larutan pengembang/developer ini bekerja efektif pada lingkungan basa, maka kita perlu mencampurkan larutan potasium karbonat (atau sodium karbonat) sebagai aktivator untuk memperoleh lingkungan basa dengan pH pH 9,5 - 10,5; larutan sodium sulfit, sebagai pengawet dan potasium bromida sebagai restainer.
d.      Butir-butir yang tidak teraktifkan pada bagian yang tidak terkena cahaya tidak terpengaruh. Hal ini menghasilkan bayangan foto. Butir-butir perak bromida yang tidak teraktifkan dapat tereduksi menjadi logam perak hitam bila terkena cahaya. bayangan film harus difiksasi. Hal ini menyebabkan logam perak hitam yang dihasilkan dari pengembangan melekat pada film dan perak bromida dihilangkan (dicuci). Senyawa yang dapat mengikat bayangan foto adalah natrium thiosulfat, Na2(SO4)3. Thiosulfat mudah diperoleh dengan mendidihkan larutan silfit dengan sulfur. Asam bebasnya tidak stabil pada suhu biasa. Orang fotografi biasa menyebut hipo. Pada proses pengikatan terjadi reaksi sebagai berikut : AgBr (s) larut dalam larutan fikser terbentuk ion perak kompleks.
AgBr + 2S2O3 —–> [Ag(S2­O3)2]2- + Br-
Dengan mereaksikan perak bromide dengan tiosulfat, maka menghasilkan senyawa kompleks berupa ion ditiosulfatoperak (II) dan ion bromide. Ion ditiosulfatoperak (II) dapat digunakan untuk proses mencetak gambar yang diperoleh dengan metode fotografi.
e.       Setelah film dicelupkan pada larutan pengembang, maka tahap berikutnya adalah tahap penghentian reaksi sekaligus menetralkan sifat basa yang berasal dari larutan pengembang. Caranya dengan mencelupkan kertas/film pada larutan asam asetat yang telah diberi larutan sodium sulfat untuk mencegah adanya efek swelling. pH larutan dijaga pada kondisi 4 – 5,5.
f.       Selanjutnya kertas foto itu dicelupkan pada larutan fixer, lalu kertas foto dibilas dengan air mengalir. Jadilah sebuah foto yang indah, yang kualitasnya bergantung pada lama pencahayaan, jauh dekatnya film dengan kertas foto, waktu pencelupan, kualitas kertas foto, setelah memakai cairan, pembilasan, dan sebagainya, termasuk keterampilan operatornya.
Proses fiksasi ini menggunakan cairan yang disebut fixer (sodium tiosulfat), bertujuan melarutkan perak bromida yang tidak tereduksi menjadi perak (kalau tidak dihilangkan, jika kertas foto terkena cahaya, akan timbul bayangan hitam tambahan. Pada proses ini terjadi reaksi :
AgBr + 3 Na­2S2O3→ [Ag(S2O­3) 3]5- + 6 Na+ + Br-
g.      Tahap akhir setelah fixing adalah pembilasan dengan guyuran air mengalir supaya terbentuk bayangan yang permanen. Proses pembilasan ini bertujuan membuang kompleks perak tiosulfat dan ion tiosulfat. Jika ion tiosulfat masih tertinggal pada film/kertas foto, maka zat ini akan bereaksi dengan perak yang sudah terbentuk foto/gambar, sehingga bayangan foto akan menjadi kecoklatan/kekuningan karena akan terbentuk noda-noda perak sulfida. Jadi pembilasan dengan air yang mengalir itu sangat perlu supaya kualitas foto/gambar menjadi prima.
                                          (S­2O3)2- + 2 Ag → (SO3)2- + Ag2S           




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Fotografi di Negara Indonesia pada awalnya muncul pada tahun 1980-an dengan sebelumnya telah berkembang selama hamper satu abad di Negara barat.
2.      Fotografi merupakan suatu teknik yang dapat menghasilkan gambar dengan cara menangkap cahaya dan dengan suatu reaksi kimia, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi.
3.      Tahapan dalam fotografi konvensional (hitam putih) digunakan senyawa kimia kompleks, berbagai larutan pengembang yang berasal dari proses kimia dan juga dengan berbagai reaksi kimia, yaitu reaksi oksidasi reduksi.
4.      Dengan proses pencelupan AgBr dalam larutan Na2S2O3, maka menghasilkan senyawa kompleks ion ditiosulfatoperak (II) yang kemudian dilanjutkan dengan proses kimia lainnya sehingga menghasilkan gambar atau hasil yang sempurna.
5.      Prinsip fotografi baik konvensional maupun digital pada dasarnya adalah sama, yaitu menghasilkan suatu gambar yang baik. Dengan tiga prinsip fotografi, cahaya, kimia dan optic, maka fotografi yang dihasilkan akan lebih maksimal.               
6.      Fotografi yang saat ini berkembang merupakan jenis fotografi digital, namun ditengah era globalisasi ini, fotografi konvensional masih digunakan. Fotografi konvensional menggunakan film foto dan dengan tahapan kimia yang menghasilkan ion kompleks. Film foto yang digunakan, direndam dengan larutan pengembang yang kemudian direaksikan dengan Na2S2O3 yang kemudian menghasilkan sebuah gambar.




Daftar Pustaka

1.      Abd. Rahman Moch. 2008. Estetika Dalam Fotografi Estetik. Jurusan Seni dan Desain Fak. Sastra Universitas Negeri Malang
2.      Imam Santosa, Buchari. Indonesian Journal of Chemistry. Pengaruh Matriks terhadap Persen Ekstraksi Perak(I) dari Limbah Cuci/Cetak Foto dengan Menggunakan Teknik Pemisahan Emulsi Membran Cair. 149. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung
4.      Marianita, Destha Evi. 2012. Laporan Praktikum Kimia Anorganik
Pembuatan Natrium Tiosulfat Dan Sifat – Sifat. Available At
Http://Sukasukadezthaajjah.Blogspot.Com/
5.      Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
6.      Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia















Tidak ada komentar:

Posting Komentar