Rabu, 23 Januari 2013




“Makalah Peranan Kimia Koordinasi Dalam Dunia Fotografi”

 

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Pendahuluan
Reaksi dalam kimia memiliki peranan penting dalam proses fotografi. Senyawa kompleks sudah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Beberapa penggunaan praktis senyawa koordinasi yang paling tua, adalah yang disebabkan oleh warnanya.
Beberapa aplikasi atau penggunaan senyawa koordinasi atau senyawa kompleks yaitu dalam dunia industri, kimia analitik  dan kesehatan juga dalam dunia fotografi.

1.1.Pengertian senyawa kompleks
Secara umum, senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi dapat dianggap sebagai senyawa koordinasi. Dalam konteks yang lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam (atom pusat) dengan atom nonlogam (ligan).
Ligan meupakan molekul atau ion yang memiliki pasangan electron bebas pasangan electron ikatan π atau electron tak berpasangan yang dapat dikoordinasikan ke atom pusat. Pada ligan terdapat atom donor, yaitu atom yang terkoordinasi pada atom pusat melalui ikatan kovalen koordinasi. Menurut teori Asam-Basa Lewis, senyawa kompleks terdiri dari asam yang dianggap sebagai atom pusat dan basa yang dianggap sebagai ligan.
Senyawa kompleks dapat merupakan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionic. Senyawa kompleks ionic terdiri atas ion positif (kation) dan ion negative (anion), dimana salah satu atau kedua ion tersebut dapat merupakan kompleks. Dalam pembentukan senyawa kompleks, atom logam atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom logam atau ion logam disebut atom donor.

1.2.Pengertian Fotografi
Ide cemerlang Leonardo da Vinci atau Aristoteles ternyata tidak sia-sia telah mewacanakan prinsip cahaya serta bayangan dari fenomena alam sebagai awal ditemukannya teknologi fotografi. Istilah fotografi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti menulis dengan cahaya.
      Fotografi  merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
1.3.Sejarah Fotografi
      Fotografi pertama kali ditemukan pada tahun 1839 oleh Louis Daguerre, sebagai  konsekuensi langsung perkembangan di bidang kimia dan optikal. Dalam perkembangannya, istilah dan teknik fotografi mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke-19 setelah berkembang selama hampir satu abad di negara Barat. Fotografi yang pertama kali berkembang merupakan fotografi konvensional atau foto hitam putih.
      Seiring berjalamnya waktu dan teknologi yang masuk dan berkembang di Indonesia, maka masuklah pula teknik fotografi berwarna hingga muncul pula fotografi digital. Saat ini orang lebih banyak menggunakan fotografi digital karena teknologi telah membuatnya lebih mudah untuk digunakan dari pada fotografi konvensional yang menggunakan film foto, sehingga fotografi digital dianggap lebih praktis.
      Dibalik alasan kepraktisan fotografi digital, ternyata pada zaman modern ini, fotografi konvensional yang menggunakan film seluloid masih tetap digemari. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya produk-produk film baru di pasaran.




BAB II
PEMBAHASAN

2.      Teknik Fotografi Konvensional (Hitam Putih) dan Fotografi Digital
      Pada hakikatnya, fotografi merupakan teknik untuk menghasilkan gambar yang tahan lama melalui suatu reaksi kimia yang terjadi, ketika cahaya menyentuh permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
      Melalui tiga prinsi, yaitu cahaya, optic dan kimia (light, optics and chemistry), maka proses fotografi dapat bekerja secara maksimal. Light atau cahaya merupakan syarat utama bekerjanya prinsip fotografi, tanpa cahaya tidak mungkin suatu objek dapat dilihat oleh mata. Optics yang diartikan sebagai serangkaian system lensa adalah sarana untuk proses menangkap objek yang terlihat oleh mata. Kemudian chemistry dalam dunia fotografi diartikan sebagai proses kimiawi guna memunculkan gambar atau proses cetak/cuci-cetak film/print processing.
      Pada fotografi digital maupun konvensional memiliki prinsip yang sama yaitu membuat gambar yang ditangkap oleh sel-sel elektronis peka cahaya dan hasilnya bisa langsung dilihat pada layar monitor. Untuk fotografi konvensional, gambar ditangkap oleh film dan terjadi reaksi fotokimia. Setelah proses pencucian dan pencetakan baru dapat dilihat hasilnya. Sedangkan pada fotografi digital, hasil pemotretan dapat langsung dilihat di layar meski tanpa melalui proses cuci cetak terlebih dahulu.
2.1.Tahapan Pembentukan Gambar/Foto
            Pada proses cuci dan cetak film hitam putih, ternyata ada reaksi kimia, yakni reaksi oksidasi dan reduksi. Film hitam putih maupun kertas foto mengandung partikel-partikel perak bromida, AgBr yang tersebar pada lapisan tipis film/kertas foto.
            Pada teknik fotografi konvensional atau hitam putih, digunakan sebuah film yang digunakan untuk menghasilkan foto. Film foto merupakan emulsi perak bromide (AgBr) dalam gelatin dengan tahapan-tahapan pembentukan gambar/foto seperti berikut:
a.       Proses pengambilan gambar, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah proses pemotretan menggunakan kamera.
b.      Film foto dikenakan cahaya. Dengan cara, film dipasang di bawah enlarger, lalu cahaya 100 watt dinyalakan. Akan tampak bayangan film itu di atas kertas.
Apabila film/kertas foto terkena cahaya, maka akan terjadi reaksi :
AgBr → AgBr*
-          Tanda (*) menyatakan AgBr tereksitasi oleh cahaya.
Kalau bayangan itu sudah tepat, maka lampu yang digunakan untuk mengeksitasi AgBr, kertas diganti dengan kertas cetak foto dan dinyalakan kembali lampu selama sekian detik.
c.       Film foto yang sudah terkena cahaya, kemudian diletakkan dalam larutan pengembang (misal metol, amidol atau hidrokuinon {C6H4(OH)2}) kemudian ganti celupkan ke dalam larutan stop batch untuk menghentikan reaksi hingga menghasilkan butir perak bromida yang teraktifkan membentuk logam perak bromida hitam. Apabila film yang telah digunakan dan terkena cahaya tersebut dicuci dalam larutan pengembang (developer), akan terjadi reaksi :
2 AgBr *(s) + C6H6O2 (aq) → 2 Ag(s) + 2 HBr (aq) + C6H4O2 (a)
Cairan pengembang C6H4O2 (hidrokuinon), dalam hal ini bertindak sebagai zat pereduksi. Jadi dalam reaksi itu terjadi proses reaksi redoks.
Oksidasi :
C6H6O2 (aq) → C6H4O2 (aq) + 2 H+ + 2e-
Reduksi:
2 Ag+ + 2 e- →2 Ag (s)
Disamping hidrokuinon, dalam larutan pengembang perlu ditambahkan metol (N-metil-p-aminofenol sulfat). Metol berfungsi sebagai zat superaditif, yang efeknya tidak dapat digantikan dengan memberikan jumlah yang berlebih pada hidrokuinon yang sudah ada. Metol ini bertindak sebagai zat pereduksi juga. Aktivitas hidrokuinon dapat dipacu dengan menambahkan sedikit phenidone (1-phenyl-3-pyrazolidinone). Karena larutan pengembang/developer ini bekerja efektif pada lingkungan basa, maka kita perlu mencampurkan larutan potasium karbonat (atau sodium karbonat) sebagai aktivator untuk memperoleh lingkungan basa dengan pH pH 9,5 - 10,5; larutan sodium sulfit, sebagai pengawet dan potasium bromida sebagai restainer.
d.      Butir-butir yang tidak teraktifkan pada bagian yang tidak terkena cahaya tidak terpengaruh. Hal ini menghasilkan bayangan foto. Butir-butir perak bromida yang tidak teraktifkan dapat tereduksi menjadi logam perak hitam bila terkena cahaya. bayangan film harus difiksasi. Hal ini menyebabkan logam perak hitam yang dihasilkan dari pengembangan melekat pada film dan perak bromida dihilangkan (dicuci). Senyawa yang dapat mengikat bayangan foto adalah natrium thiosulfat, Na2(SO4)3. Thiosulfat mudah diperoleh dengan mendidihkan larutan silfit dengan sulfur. Asam bebasnya tidak stabil pada suhu biasa. Orang fotografi biasa menyebut hipo. Pada proses pengikatan terjadi reaksi sebagai berikut : AgBr (s) larut dalam larutan fikser terbentuk ion perak kompleks.
AgBr + 2S2O3 —–> [Ag(S2­O3)2]2- + Br-
Dengan mereaksikan perak bromide dengan tiosulfat, maka menghasilkan senyawa kompleks berupa ion ditiosulfatoperak (II) dan ion bromide. Ion ditiosulfatoperak (II) dapat digunakan untuk proses mencetak gambar yang diperoleh dengan metode fotografi.
e.       Setelah film dicelupkan pada larutan pengembang, maka tahap berikutnya adalah tahap penghentian reaksi sekaligus menetralkan sifat basa yang berasal dari larutan pengembang. Caranya dengan mencelupkan kertas/film pada larutan asam asetat yang telah diberi larutan sodium sulfat untuk mencegah adanya efek swelling. pH larutan dijaga pada kondisi 4 – 5,5.
f.       Selanjutnya kertas foto itu dicelupkan pada larutan fixer, lalu kertas foto dibilas dengan air mengalir. Jadilah sebuah foto yang indah, yang kualitasnya bergantung pada lama pencahayaan, jauh dekatnya film dengan kertas foto, waktu pencelupan, kualitas kertas foto, setelah memakai cairan, pembilasan, dan sebagainya, termasuk keterampilan operatornya.
Proses fiksasi ini menggunakan cairan yang disebut fixer (sodium tiosulfat), bertujuan melarutkan perak bromida yang tidak tereduksi menjadi perak (kalau tidak dihilangkan, jika kertas foto terkena cahaya, akan timbul bayangan hitam tambahan. Pada proses ini terjadi reaksi :
AgBr + 3 Na­2S2O3→ [Ag(S2O­3) 3]5- + 6 Na+ + Br-
g.      Tahap akhir setelah fixing adalah pembilasan dengan guyuran air mengalir supaya terbentuk bayangan yang permanen. Proses pembilasan ini bertujuan membuang kompleks perak tiosulfat dan ion tiosulfat. Jika ion tiosulfat masih tertinggal pada film/kertas foto, maka zat ini akan bereaksi dengan perak yang sudah terbentuk foto/gambar, sehingga bayangan foto akan menjadi kecoklatan/kekuningan karena akan terbentuk noda-noda perak sulfida. Jadi pembilasan dengan air yang mengalir itu sangat perlu supaya kualitas foto/gambar menjadi prima.
                                          (S­2O3)2- + 2 Ag → (SO3)2- + Ag2S           




















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Fotografi di Negara Indonesia pada awalnya muncul pada tahun 1980-an dengan sebelumnya telah berkembang selama hamper satu abad di Negara barat.
2.      Fotografi merupakan suatu teknik yang dapat menghasilkan gambar dengan cara menangkap cahaya dan dengan suatu reaksi kimia, yaitu reaksi oksidasi dan reduksi.
3.      Tahapan dalam fotografi konvensional (hitam putih) digunakan senyawa kimia kompleks, berbagai larutan pengembang yang berasal dari proses kimia dan juga dengan berbagai reaksi kimia, yaitu reaksi oksidasi reduksi.
4.      Dengan proses pencelupan AgBr dalam larutan Na2S2O3, maka menghasilkan senyawa kompleks ion ditiosulfatoperak (II) yang kemudian dilanjutkan dengan proses kimia lainnya sehingga menghasilkan gambar atau hasil yang sempurna.
5.      Prinsip fotografi baik konvensional maupun digital pada dasarnya adalah sama, yaitu menghasilkan suatu gambar yang baik. Dengan tiga prinsip fotografi, cahaya, kimia dan optic, maka fotografi yang dihasilkan akan lebih maksimal.               
6.      Fotografi yang saat ini berkembang merupakan jenis fotografi digital, namun ditengah era globalisasi ini, fotografi konvensional masih digunakan. Fotografi konvensional menggunakan film foto dan dengan tahapan kimia yang menghasilkan ion kompleks. Film foto yang digunakan, direndam dengan larutan pengembang yang kemudian direaksikan dengan Na2S2O3 yang kemudian menghasilkan sebuah gambar.




Daftar Pustaka

1.      Abd. Rahman Moch. 2008. Estetika Dalam Fotografi Estetik. Jurusan Seni dan Desain Fak. Sastra Universitas Negeri Malang
2.      Imam Santosa, Buchari. Indonesian Journal of Chemistry. Pengaruh Matriks terhadap Persen Ekstraksi Perak(I) dari Limbah Cuci/Cetak Foto dengan Menggunakan Teknik Pemisahan Emulsi Membran Cair. 149. Jurusan Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung
4.      Marianita, Destha Evi. 2012. Laporan Praktikum Kimia Anorganik
Pembuatan Natrium Tiosulfat Dan Sifat – Sifat. Available At
Http://Sukasukadezthaajjah.Blogspot.Com/
5.      Vogel. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro Dan Semimakro. Jakarta : PT Kalman Media Pustaka.
6.      Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi. Malang: Bayumedia


















Makalah Keamanan Pangan

BAB I
Pendahuluan

A.                Latar Belakang Masalah

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada panganyang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan. Oleh karena itu industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya jika tidak aman dikonsumsi, praktis tidak ada nilainya sama sekali.Hal ini selalu menjadi pertimbangan pokok dalam perdagangan, baik perdagangan nasional maupun perdagangan internasional. Di seluruh dunia kesadaran dalam hal keamanan pangan semakin meningkat. Pangan semakin penting dan vital peranannya dalam perdagangan dunia.
Sebagian besar pemerintah berbagai negara di dunia menggunakan deretan usahaatau langkah pengendalian kontaminan pangan melalui inspeksi, registrasi, analisa produk akhir, untuk menentukan apakah suatu perusahaan pangan memproduksi produk pangan yang aman.Masalah utama yang dihadapi adalah tingginya biaya yang diperlukan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi dalam melakukan pengendalian. Salah satu sistem baru bagi penjaminan (assuring) keamanan pangan disampaikan tahun 1971 dalam suatu National Conference on Food Protection dengan judul “The Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) System”.
Pada zaman sekarang ini banyak sekali orang yang terkena berbagai macam penyakit yang ditimbulkan dari makanan, salah satunya adalah penyakit kanker, yang berasal dari makanan seperti: makanan yang digoreng, dipanggang dan disate. Jenis-jenis makanan ini dapat menimbulkan akrilamid, yang dimana akrilamid tersebut dapat memicu penyakit kanker.Apabila sudah terdapat akrilamid didalam makanan maka kualitas keamanan pangan tersebut sudah tidak aman lagi untuk di konsumsi. Dalam makalah ini akan di bahas tentang mekanisme kontaminasi akrilamida pada makanan yang digoreng, dampak yang disebabkan dari jenis kontaminasi kimia tersebut dan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah jenis pangan yang mengandung Akrilamida.
B.                 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana proses terjadinya kontaminasi Akrilamida pada jenis pangan yang digoreng.
2.      Apa dampak yang timbul dari kontaminasi Akrilamida terhadap manusia.
3.      Bagaimanakah cara untuk mencegah jenis pangan yang mengandung Akrilamida pada jenis  pangan yang digoreng.
C.                Tujuan Makalah
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan yang dicapai dalam makalah ini adalah  sebagai berikut:
1.      Mempelajari proses terjadinya kontaminasi Akrilamida pada jenis pangan yang digoreng.
2.      Mengetahui dampak yang akan timbul dari kontaminasi Akrilamida terhadap manusia
3.      Mengetahui cara untuk mencegah jenis pangan yang mengandung Akrilamida pada jenis  pangan yang digoreng.






BAB II
Pembahasan
A.    Definisi Keamanan Pangan
Definisi keamanan pangan menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Bahan pangan tersusun dari zat-zat organik yang mudah terurai atas penyusun-penyusunnya.Pada umumnya bahan pangan mempunyai sifat mudah rusak (perishable materials). Bahkan beberapa produk seperti daging, susu, telur, santan, dan ikan, memiliki sifat sangat mudah rusak (highly perishable materials).

B.     Definisi Kontaminasi Pangan
Kontaminan pangan adalah bahan atau senyawa yang secara tidak sengajaditambahkan, tetapi terdapat pada produk pangan. Kontaminan pangan ini bisa masuk dan terdapat dalam produkpangan sebagai akibat dari (i) penanganan dan/atau proses mulai dari tahap produksi (di tingkatkultivasi maupun di pabrik), pengemasan, transportasi, penyimpanan atau pun penyiapannya; dan(ii) pencemaran dari lingkungan (environmental contamination).Pada umumnya kontaminan pangan ini mempunyai konsekuensi pada mutu dan keamanan pangan; karena bisa mempunyai implikasi risiko kesehatan publik.
Terdapat tiga (3) jeniskontaminan pangan; yaitu  (i) kontaminan mikrobial; (ii) kontaminan fisika, dan (ii) kontaminankimia. Disamping itu; akhir-akhir ini ditengarai pula munculnya berbagai kontaminan “baru”(emerging contaminants3) yang juga perlu diperhatikan.Jika terdapat dalam jumlah yangmelebihi tingkat ambangnya, keberadaan kontaminan ini bisa memberikan anacaman terhadapkesehatan manusia.


C.    Hubungan Kontaminan Pangan terhadap Keamanan Pangan
Disadari bahwa masing-masing kontaminan mempunyai karakteristik yang unik.Beberapakontaminan bahkan memang terbentuk secara alami.Ada juga kontaminan yang terbawa dari air(air adalah media yang paling banyak digunakan dalam proses produksi pangan; dan bahkansering menjadi bagian komposisi dari bahan pangan), udara atau pun tanah. Ada juga kontaminanyang terbentuk selama proses pengolahan pangan. Akrilamida –misalnya- adalah jeniskontaminan yang sering ditemukan pada keripik kentang –yang terbentuk selama prosespenggorengan.  Disamping itu; permasalahan kontaminan pangan ini merupakan permasalahan yang kompleks;yang bisa terjadi disepanjang rantai pangan; from farm to table (bahkan from farm to mouth).Karena itu; maka penanganan kontaminan pangan harus kembangkan dan dilaksanakan denganmelibatkan semua pemangku kepentingan keamanan pangan Indonesia.
Sistem Keamanan PanganTerpadu –yang sudah lama dicanangkan- perlu lebih disosialiasaikan ke semua stakeholders dandiperkuat pelaksanaannya.Penanganan kontaminan pangan untuk menjamin keamanan pangan harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen.Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan tanggungjawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder tersebut.Dalam hal ini, masing-masing stakeholder mempunyai peranan masing-masing yang strategis.

D.    Akrilamida Sebagai Kontaminan Kimia
1.      Pengertian  Akrilamida dan Karakteristiknya
Akrilamida (CH2=CHCONH2) adalah senyawa kimia berwarna putih, tidak berbau, berbentuk kristal padat yang sangat mudah larut dalam air dan mudah bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan rangkapnya. Monomernya cepat berpolimerisasi pada titik leburnya atau di bawah sinar ultraviolet.Akrilamida dalam larutan bersifat stabil pada suhu kamar dan tidak berpolimerisasi secara spontan.
Dalam bentuk murninya, akrilamida yang mempunyai rumus kimiaCH2=CHCONH2  berupa senyawa yang tidak berwarna dan tidak berbau. Akrilamida - disebut juga 2-propenamide; ethylenecarboxamide; acrylic amide; atau vinyl amide- adalah senyawa kimia yang dicurigai bersifat karsinogenikpada manusia. Diketahui bahwa faktor-faktor yang perlu dikendalikan dalam sintesis akrilamida adalah (i) kadar asparagine, (ii) kadar gulapereduksi (misalnya glukosa, fruktosa), (iii) aktivitas air (aw), dan suhu pengolahan.
Berikut ini merupakan struktur dari akrilamida:

2.      Sifat Farmakokinetika Pada Akrilamida
Absorbsi dari akrilamida bisa melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan kulit.Pada pendistribusiannya, akrilamida terdapat dalam kompartemen sistem tubuh dan dapat menembus selaput plasenta.Pada urin tikus, telah ditemukan metabolit, seperti asam mekapturat dan sistein-s-propionamida.Glisidamida, merupakan metabolit utama dari akrilamida, yaitu epoksida yang lebih dicurigai dapat menyebabkan penyakit kanker dan bersifat genotoksik pada hewan percobaan.Akrilamida dan metabolitnya terakumulasi dalam sistem saraf dan darah.Akrilamida dicurigai lebih bersifat neurotoksik dibandingkan dengan glisidamida.
        Berdasakan percobaan pada hewan, akrilamida diekresikan dalam jumlah besar melalui urin dan empedu sebagai metabolitnya. Diketahui terdapat akrilamida air susu tikus yang sedang menyusui. Data-data farmakokinetika akrilamida pada manusia masih sedikit, namun antara manusia dan hewan mamalia belum terdapat data yang dengan pasti menunjukan perbedaan dari keduanya (Harahap, 2006).
Akrilamida dapat meningkatkan timbulnya tumor kelenjar payudara pada tikus betina. Pada tikus jantan dapat memicu degenerasi tubulus seminiferus dan aberasi kromosom spermatosit serta menurunkan kadar testosteron dan prolaktin. Namun, uji fertilitas belum dilaporkan.Dengan pemberian secara oral, topikal, dan intraperitonial akrilamida dapat memicu kanker kulit.Akrilamida, dimasukan ke dalam kategori grup 2A yaitu senyawa yang hampir dipastikan menyebabkan kanker pada manusia (karsinogenik).Akrilamida memiliki suatu system jenuh elektrofil yang dapat bereaksi dengan pusat nukleofil. Gugus protein dan asam amino menjadi target reaksi utama karena mempunyai pusat nukleofil. Pengikatan akrilamida dengan protein pada hemoglobin, menjadi penyebab aksi toksisitas pada jaringan tersebut.
E.     Jenis-jenis Makanan yang Mengandung Akrilamida
Dalam jumlah yang sangat sedikit, akrilamida terdapat pada semua makanan yang sehari-hari kita makan, seperti nasi, roti, biskuit, ikan, hingga daging. Akrilamida pada makanan muncul akibat proses pengolahan dengan cara digoreng dan dipanggang.Akrilamida adalah zat karsinogen yang terbentuk pada makanan yang dipanaskan.

1.      Makanan Gorengan
Dalam hasil penelitian yang berjudul Analysis of Acrylamide, a Carsinogen Formed in Heated Foodstuffs, Eden Tareke, seorang peneliti dari jurusan kimia lingkungan Universitas Stockholm, Swedia mengungkapkan bahwabahan pangan yang tidak mengalami proses penggorengan atau pemanggangan ternyata hanya mengandung senyawa akrilamida dalam jumlah yang amat sedikit, sehingga tak menimbulkan keraguan untuk menyantapnya. Demikian juga penelitian tidak menemukan senyawa ini pada pangan mentah dan makanan rebusan atau kukus.
Makanan yang digoreng atau populer disebut gorengan ternyata bukan hanya meningkatkan kadar kolesterol darah serta menyebabkan terjadinya peningkatan risiko terkena stroke dan penyakit jantung koroner. Makanan gorengan juga menghasilkan zat pemicu kanker (karsinogenik) dengan nama akrilamida.
Sementara itu, makanan yang digoreng atau dipanggang ternyata mengandung senyawa akrilamida yang amat tinggi, yakni 2.500 mikrogram pada suhu penggorengan 190 - 220 derajat celsius. Pasalnya hasil uji peneliti mengungkapkan bahwa batas toleransi bagi tubuh orang dewasa adalah 0,5  mikrogram per hari. Sebab dengan kadar sebesar itu saluran pencernaan mampu menyerap dan mengeluarkannya dari tubuh melalui urin dalam beberapa jam kemudian.
Hampir setiap orang menyukai makanan gorengan, seperti kentang, pisang, ubi, tempe, dan tahu goreng. Makanan jajanan ini makin sedap rasanya jika dikonsumsi saat masih dalam keadaan panas. Menemukannya pun amat gampang, mulai dari pinggir jalan hinga mal.. Itu sebabnya kita kerap membawanya ke rumah, sebagai makanan ringan di sore hari, sambil minum kopi atau teh manis. Namun, kebiasaan menyantap makanan gorengan untuk sementara waktu harus kita kurangi atau paling tidak perlu diwaspadai.Sebab, kebiasaan ini mengandung risiko buruk bagi kesehatan.

2.      Makanan Kaya Karbohidrat (Digoreng)
Kandungan akrilamida yang paling tinggi terdapat pada bahan makanan yang tinggi kadar karbohidrat. Hasil penelilian yang didanai Dewan Riset Swedia untuk lingkungan dan Ilmu Pertanian ini menunjukkan bahwa makanan yang kaya karbohidrat, seperti kentang yang mengalami penggorengan, dapat merangsang pembentukan senyawa karsinogenik (pemicu kanker) bernama akrilamida.Pengolahan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan senyawa karbohidrat pada bahan makanan tersebut terurai. Sebagian karbohidrat yang terlepas ini kemudian  bereaksi dengan asam amino, sebuah senyawa penyusun protein, hingga terbentuklah akrilamida.

Hampir 100 jenis makanan gorengan yang lazim disantap manusia di jagad raya ini, antara lain roti-rotian, biskuit, ikan, hingga daging.dinyatakan positif mengandung akrilamida. Makanan gorengan yang menjadi andalan restoran cepat saji (fast food) seperti keripik kentang (potato chip) dan kentang goreng (french fries) disebut-sebut sebagai yang paling buruk karena kandungan akrilamidanya lebih banyak.

F.     Mekanisme Akrilamida (ACA) pada Proses Penggorengan
ACA terutama terdapat dalam makanan berpati yang diproses dengan panas (produk gorengan, grilled dan dibakar).ACA terbentuk terutama pada suhu antara 120-140oC, dan terdegradasi di atas suhu 200oC.Sementara itu, kentang goreng mengandung senyawa akrilamida yang amat tinggi, yakni 2.500 mikrogram pada suhu penggorengan 220o C.Kadarnya tinggi dalam kentang goreng, irisan kentang (potato chips), roti dan sereal sarapan, serta minuman kopi.Makanan kaya karbohidrat yang digoreng atau dibakar seperti sereal dan kentang goreng mengandung ratusan microgram per kilogram makanan. Diperkirakan asupannya pada manusia dewasa berkisar 0.3 – 0.8 μg/kg BB/hari. Asupannya pada anak-anak kemungkinan 2-3 kali lebih besar dibandingkan orang dewasa jika berdasarkan pada berat badan.
ACA juga dapat berasal dari senyawa-senyawa precursor seperti akrolein dan asam akrilat.Akrolein secara structural mirip dengan akrilamid. Akrolein terbentuk dalam minyak selama proses penggorengan. Dapat juga berasal dari degradasi termal pati, gula, protein, dan asam amino.Oleh karena itu akrolein banyak ditemukan pada produk gorengan.Akrolein dengan adanya penambahan atom oksigen berubah menjadi asam akrilat.Adanya substitusi gugus NH3 terhadap asam akrilat mengakibatkan pembentukan akrilamid.
Akrolein               Asam akrilat                Akrilamid
Pembentukannya bertahap, diawali oleh reaksi Maillard antara asparagin dan gula pereduksi, disertai panas tinggi (misal penggorengan).Asparagin, asam amino bebas utama dalam sereal dan kentang, adalah komponen penting (krusial) dalam produksi akrilamid melalui mekanisme degradasi Strecker reaksi Maillard.Selain asparagin, asam amino glutamine juga dapat mengakibatkan pembentukan ACA meskipun kekuatannya jauh lebih rendah. Konsentrasi ACA dalam kentang goreng dan panggang meningkat dengan meningkatnya kadar fruktosa dan glukosa produk, sehingga direkomendasikan kadar gula pereduksi < 1 g/kg untuk produk-produk pangan tersebut. Perendaman potongan kentang ke dalam larutan asidulan asam sitrat 1% dan 2% selama 1 jam sebelum penggorengan dapat menghambat pembentukan akrilamid sebesar 73% dan 80% pada kentang goreng.
ACA digolongkan sebagai “Probable human carcinogen” oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 1994, dan terbukti karsinogen pada hewan rodensia.Telah lama diketahui bahwa pemberian akrilamid pada hewan percobaan menghasilkan pembentukan tumor pada berbagai organ (antara lain paruparu, kulit, tiroid, kelenjar mammary, uterus, clitory gland).Glycidamide merupakan turunan epoksi dari akrilamid dan metabolit primer akrilamid.
Uji mutagenisitas menggunakan gen beberapa galur bakteri tidak selalu memberi hasil yang konsisten,sedangkan glicidamid konsisten menunjukkan mutagenesis. ACA juga memiliki aktivitas neurotoxic, yaitu rusaknya protein yang terlibat dalam transduksi sinyal sehingga terjadi kehilangan refleks dan disfungsi CNS.Terhadap sistem reproduksi, ACA juga memperlihatkan efek toksiknya.ACA sangat reaktif berinteraksi dengan grup tiol dari asam amino, enzim-enzim dan DNA.
Berikut ini merupakan proses Pembentukan akrilamida:
                 
Jika setiap hari menyantap akrilamida yang berasal dari kentang goreng, lama kelamaan dalam tubuh kita akan terjadi penimbunan senyawa yang menimbulkan kanker. Dan pada suatu saat dapat memicu munculnya penyakit yang bisa mematikan manusia itu.Namun, peneliti dari Swedia itu menjelaskan bahwa hadirnya senyawa akrilamida pada makanan gorengan dipicu oleh proses penggorengan itu sendiri. Penggorengan dengan suhu yang relatif tinggi, sekitar 190 derajat Celsius (seperti lazimnya suhu penggorengan dalam minyak), dapat menyebabkan senyawa karbohidrat pada kentang terurai atau terlepas.Menurut penelitian itu, sebagian karbohidrat yang terlepas kemudian ditangkap atau bereaksi dengan asam amino, senyawa penyusun protein, hingga terbentuklah akrilamida.
Mekanisme ini secara umum biasa terjadi pada proses memasak. Sebab, asam amino dan gula dapat bereaksi lewat apa yang dikenal dalam bahasa kimia pangan sebagai reaksi Maillard. Asparagin yaitu asam amino utama mempunyai struktur mirip dengan akrilamida, dan didugasenyawa tersebut yang paling berperan dalam pembentukan akrilamida. Hasil penelitian yang samajuga ditemukan oleh pemerintah Kanada dan pabrik Procter andGamble Co. Keduanya sama-samamencurigai adanya hubungan antara asparagin dengan pencetus kanker (Friedman 2003).
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada populasi umum, rata-rata asupan akrilamida melalui makanan berada pada rentang 0,3–0,8 μg/kg BB/hari. EnvironmentalProtection Agency (EPA) pada tahun 1992 dan WHO pada tahun 1985 telah membatasi kadar akrilamidadalam air minum sebesar 0,5 μg/liter (ppb). Office of EnvironmentalHealth Hazard Assesment (OEAHHA), salah satu divisi EPA yang berlokasi di California, Amerika Serikat telah menetapkan bahwa 0,2 μg/hari akrilamida tidak bersifat sebagai agen pencetus kanker. Peneliti Swedia mendapatkan bahwa terdapat konsentrasi akrilamida yang sangat besar pada makanan yang digoreng (keripik kentang, median 1200 μg/kg; kentang goreng, 450 μg/kg), dan makanan yang dipanggang (sereal dan roti, 100-200 μg/kg)(Anonim 1985; FDA 2004).

Akrilamida tidak terbentuk pada suhu di bawah 120oC. Mekanisme terbentuknya belum dapat diketahui dengan pasti, diperkirakan meliputi reaksi dariberbagai macam kandungan dalam makanan, seperti karbohidrat, lemak, protein dan asam amino, serta berbagai macam komponen lainnya dalam jumlah yang kecil. Mekanisme pembentukan akrilamida yang mungkin dan telah dikemukakan oleh peneliti antara lain:
a)      Terbentuk dari dekarboksilasi atau dehidrasi bebarapa asam organik tertentu yang meliputi   asam malat dan asam laktat.
b)      Terbentuk dari akrolein atau asam akrilat hasil degradasi karbohidrat, lemak, atau asam amino bebas seperti asparagin, alanin, metionin, dan glutamin yang memiliki struktur mirip akrilamida.
c)      Terbentuk langsung dari asam amino asparagin yang merupakan asam amino dengan struktur mirip dengan akrilamida dan diduga senyawa tersebut yang paling berperan dalam pembentukan akrilamida, karena dapat bereaksi dengan gula pada suhu tinggi.
Mekanisme pembentukan akrilamida lainnya diduga berhubungan dengan reaksi Maillard yang ditemukan pada tahun 1912 oleh Louis Carnille yakni reaksi yang berlangsung antara asam amino dengan gula pereduksi (glukosa, fruktosa, ribosa, dan lain-lain) atau sumber karbonil lainnya. Asparagin, merupakan asam amino dalam makanan yang bereaksi dengan gula pada suhu tinggi (Anonim 2002; Kendall P 2005).
Studi sistematik tentang pembentukan akrilamida belum dapat dipastikan, kemungkinan terbesar melalui reaksi campuran.Studi juga dipersulit dengan sifat dari akrilamida yang mudah menguap dan mudah bereaksi sehingga dapat hilang setelah terbentuk.
akri.png


G.    Dampak yang ditimbulkan Akrilamid terhadap kesehatan
Akrilamida bersifat iritan dan toksik.Akrilamida dapat merusak DNA yang berperan sebagai materi genetika, saraf, menimbulkan tumor dan menurunkan tingkat kesuburan. Berdasarkan penelitian pada tikus, akrilamida meningkatkan kemungkinan terjadinya tumor paruparu pada tikus dan dapat meningkatkan timbulnya tumor kelenjar payudara pada tikus betina. Pada tikus jantan dapat memicu degenerasi tubulus seminiferus dan aberasi kromosom spermatosit serta menurunkan kadar testoteron dan prolaktin. Dampak lain yang ditimbulkan yaitu:
a)      Akrilamida, dimasukkan dalam kategori grup 2A yaitu senyawa yang hampir dipastikan menyebabkan kanker pada manusia (karsinogenik). Hal ini bisa terjadi karena ketidakstabilan genomik atau gangguan pada proses metabolisme seluler. Kanker adalah penyakit dimana sel-sel rusak dalam tubuh dan tumbuh secara tidak terkontrol dengan metabolisme yang menyimpang. Karsinogen ini meningkatkan terjadinya kanker dengan merubah metabolisme seluler atau merusak DNA dalam sel. Biasanya perubahan DNA pada sel yang terlalu parah akan masuk pada program kematian sel sehingga sel rusak dan berubah menjadi sel kanker.
b)      Efek lokal berupa iritasi pada kulit, dan membran mukosa. Iritasi lokal pada kulit ditunjukkan dengan melepuhnya kulit disertai dengan warna kebiruan pada tangan dan kaki.
c)      Efek sistemik berhubungan dengan paralisis susunan saraf pusat,tepi, dan otonom sehingga dapat terjadi kelelahan, pusing, mengantuk, dan kesulitan dalam mengingat.
d)     Berdasarkan uji klinis, ditunjukkan bahwa paparan akut dosis tinggi akrilamida memicu tanda-tanda dan gejala gangguan saraf pusat, sedangkan paparan akrilamida dalam jangkawaktu yang lama dengan dosis yang lebih kecil dapat memicu gangguan pada sistem saraf tepi. Setelah paparan terhadap akrilamida dihentikan, gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang, tetapi dapat bertahan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.


H.    Upaya Mengatasi Kandungan Akrilamida pada Makanan

Salah satu kiat sehat makan makanan goreng adalah dengan cara menggoreng sendiri makanan tersebut. Dengan menggoreng sendiri kita dapat selalu menggunakan minyak baru.Minyak yang belum pernah dipakai untuk menggoreng diharapkan masih terbebas dari akrilamida maupun zat-zat karsinogenik lainnya.Juga, kita dapat mengatur suhu minyak pada waktu menggoreng agar tidak terlalu panas dan mengangkat hasil gorengan saat matangnya sedang, sebelum terlalu coklat apalagi gosong.
            Suhu minyak pada saat menggoreng dengan api sedang, rata-rata 180-220 oC. Semakin rendah suhunya, semakin sedikit akrilamida yang terbentuk.Sebaliknya, semakin panas semakin banyak akrilamida-nya. Selain itu, minyak goreng yang dipanaskan terlalu tinggi akan teroksidasi dan terpolimerisasi menghasilkan zat-zat radikal bebas dan minyak trans (trans fatty acid) yang berbahaya bagi kesehatan dan memicu kanker.Minyak goreng berubah menjadi minyak trans ditandai dengan keluarnya asap dari penggorengan, berubahnya warna menjadi lebih gelap, baunya tengik/menyengat, cairannya lebih kental, serta menyebabkan gatal/iritasi tenggorokan.
Namun minyak trans juga ada yang alami tanpa melalui proses penggorengan, yakni pada lemak hewan memang biak.Minyak goreng bekas pakai (jelantah), kalau dipakai ulang lebih cepat rusak dibanding minyak baru. Lebih mudah berasap dan lebih cepat menghitam walaupun suhunya belum terlalu panas.Kebiasaan penjual makanan goreng adalah menggunakan minyak yang sangat banyak, sangat panas (bisa sampai 300 oC), dengan api besar (berulang-ulang sampai hitam), sehingga didapatkan hasil gorengan yang renyah dan kering.
FAO dan WHO memberikan arahan sementara untuk mencegah kemungkinan terjadinya risiko akibat akrilamida, meskipun informasi tentang akrilamida dan dampaknya dalam makanan belum lengkap, diantaranya :
a)      Pola makan yang seimbang dan bervariasi, seperti sayur-mayur dan buah-buahan, dan  menghindari atau mengurangi makanan yang diduga mengandung akrilamida.
b)      Makanan tidak dimasak dengan suhu yang terlalu tinggi, hanya dengan suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme patogen. (Winarno,1992).
Prof.Dr.Ir.Made Astawan, seorang ahli teknologi pangan Institut Pertanian Bogor, membagi kiatnya yaitu:
1.      Bila membeli minyak goreng pilihlah yang sesuai dengan kebutuhan, caranya dengan membaca label kemasannya dengan baik dan teliti. Pilih minyak goreng yang mencantumkan informasi lengkap pada labelnya.
2.      Untuk yang mempunyai kadar kolesterol tinggi, pilihlah minyak yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (seperti minyak kacang dan minyak jagung).
3.      Jangan memilih minyak goreng hanya berdasarkan warna dan penampilan. Minyak yang jernih tidak selalu berarti lebih baik daripada minyak yang berwarna kuning pekat. Warna dipengaruhi oleh kandungan karotenoid dan komponen lain dalam minyak. Dalam beberapa hal adanya karotenoid justru menguntungkan bagi kesehatan.
4.      Sedapat mungkin gorenglah bahan makanan dengan sistem gangsa (sedikit minyak) agar tidak terjadi penyerapan minyak yang berlebihan ke dalam makanan yang digoreng serta pemakaian minyak berulang.
5.      Agar minyak goreng tidak mudah rusak, sebaiknya tidak memakai panas yang terlalu tinggi. Kendalikan besar kecilnya nyala api.
6.       Simpan minyak goreng di wadah yang tertutup rapat, dingin, dan terhindar dari sinar matahari agar tidak terjadi oksidasi dan tidak mudah tengik.
7.      Bersihkan wajan atau kuali penggorengan dengan deterjen hingga bebas dari kerak atau kotoran lainnya.
8.       Jangan biasakan menggunakan minyak bekas yang telah dipakai menggoreng berulang kali.
9.      Tiriskan minyak pada makanan gorengan sebelum dimakan. Bila perlu gunakan tisu atau kertas minyak untuk mengurangi lapisan minyak pada permukaan makanan.


I.       Penanganan Kontaminan Pangan
Secara umum, penanganan kontaminan pangan perlu dikembangkan dengan menggunakanpendekatan analisis risiko keamanan pangan; yang terdiri dari 3 komponen yakni : kajian risiko(risk assessment), manajemen risiko (risk management) dan komunikasi risiko (risk communication). Beberapa hal penting tentang penanangan kontaminan pangan pangan iniadalah:
a. Bentuk formal penanganan kontaminan pangan ini perlu dituangkan dalam bentuk  legislasi; yang biasanya dinyatakan dalam bentuk batas maksium yang diperbolehkan. Sehingga; diharapkan bahwa produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan legislasi ini tidak akan beredar di masyarakat. Hal ini sudah secara ekplisit dinyatakan dalam UU No 7, 2996; dimana dinyakan bahwa “Setiap orang yang bertanggung jawab dalampenyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atauperedaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan ataukeselamatan manusia [(UU No 7 1996, Bab II, Pasal 6 (1)]
b. Namum demikian; hal ini tidak bisa berlaku effektif jika tidak disertai dengan system pengawasan control dan surveillance yang baik.
c. Tidak kalah pentingnya adalah program “pembinaan” yang mestinya lebih menekankan pada mempromosikan –dan pada akahirnya nanti mewajibkan- pelaksanaan CaraPengolahan Pangan yang Baik (CPPB) pada semua pihak yang terlibat dalam rantai pangan.
d. Untuk menjawab tantangan yang selalu berkembang dan untuk meningkatkan effectivitas legislasi dan pengawasannya; maka pengembangan program Penelitian keamanan pangansesungguhnya merupakan tulang punggung sistem keamanan pangan ini.
e. Disamping itu; pemberdayaan konsumen perlu dilakukan dalam bentuk pendidikankonsumen tentang keamanan pangan. Dalam sistim pangan yang bersifat industrial; makaperanan konsumen sangat berperan penting dalam penanangan kontaminan pangan.










BAB III
Kesimpulan
Keberadaan akrilamida pada produk pangantelah menjadi perhatian keamanan pangan.Dalam kaitannya dengan pengolahan, senyawa akrilamida terbentuk selama proses pengolahan bahanpanganyang  kaya karbohidrat yang menggunakan suhu sangat tinggi, terutama pada proses pemanggangandan penggorengan dengan suhu yang relatif tinggi, sekitar 190o C (seperti lazimnya suhu penggorengan dalam minyak), dapat menyebabkan senyawa karbohidrat terurai atau terlepas. Sebagian karbohidrat yang terlepas kemudian ditangkap atau bereaksi dengan asam amino, senyawa penyusun protein, hingga terbentuklah akrilamida.
Hadirnya senyawa akrilamida pada makanan gorengan dipicu oleh proses penggorengan itu sendiri. Mekanisme ini secara umum bisa terjadi pada proses memasak. Sebab, asam amino dan gula dapat bereaksi lewat apa yang dikenal dalam bahasa kimia pangan sebagai reaksi Maillard. Asparagin yaitu asam amino utama mempunyai struktur mirip dengan akrilamida, dan diduga senyawa tersebut yang paling berperan dalam pembentukan akrilamida.Keduanya sama-sama mencurigai adanya hubungan antara asparagin dengan pencetus kanker (Friedman 2003).
Salah satu cara untuk menghindari Akrilamida  dalam makanan adalah dengan cara menggoreng sendiri makanan tersebut. Dengan menggoreng sendiri kita dapat selalu menggunakan minyak baru.Minyak yang belum pernah dipakai untuk menggoreng diharapkan masih terbebas dari akrilamida maupun zat-zat karsinogenik lainnya.Juga, kita dapat mengatur suhu minyak pada waktu menggoreng agar tidak terlalu panas.Semakin rendah suhunya, semakin sedikit akrilamida yang terbentuk.Sebaliknya, semakin panas semakin banyak akrilamida-nya. Selain itu, minyak goreng yang dipanaskan terlalu tinggi akan teroksidasi dan terpolimerisasi menghasilkan zat-zat radikal bebas dan minyak trans (trans fatty acid) yang berbahaya bagi kesehatan dan memicu kanker.






Daftar Pustaka

§  Sikorski, z e. 2004. “The Effect of Processing on The Nutritional Value and Toxicity of Foods”. New York : CRC Press.
§  Hamdani.Syarif. 2012. ”Definisi dan Karakteristik Akrilamid” Available: file:///C:/Users/SmAzH/Documents/Semester%204/kimpang/akrilamida.html, Diakses pada tanggal:18-Mei-2012, Pada pukul : 12:09WIB.
§  Harahap. Yahdiana. 2006. ”Pembentukan Akrilamida Dalam Makanandan Analisanya” , Avaible: pdf Kelompok Bidang Ilmu Kimia FarmasiDepartemen Farmasi FMIPA-UI, Depok diakses pada tanggal:18-Mei-2012, pada pukul :12:14WIB.
§  Subandriyo. Tato. 2011. “Waspadai Keamanan Pangan“ Avaiblle: file:///C:/Users/SmAzH/Documents/Semester%204/kimpang/18764.htm, Diakses pada tanggal: 18-mei-2012, pada pukul : 12:17 WIB.
§  Subandriyo, Toto. 2011. “Waspadai Keamanan Pangan”. Jakarta: Investor Daily Indonesia.
§  Wisata.Griya, Akrilamida Pemicu Kanker yang bersembunyi di dalam gorengan” Avaible: file:///C:/Users/SmAzH/Documents/Semester%204/kimpang/akrilamida-pemicu-kanker-yang-bersembunyi-di-dalam-gorengan.htm, Diakses pada tanggal : 18-Mei-2012 pada pukul 12:05WIB.
§  Winarno, F.G. 1991. “Kimia Pangan dan Gizi”. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
§  Yasin.Ilham,2011,”Proses pembentukan Akrilamida pada makanan”Avaible: file:///C:/Users/SmAzH/Documents/Semester%204/kimpang/artikel-kimia_19.html diakses pada tanggal 18-Mei-2012 pada pukul 12:03WIB.